Hukum Menutup Aurat Bagi Wanita
Oleh Dr. Yusuf Al-Qardhawi
PERTANYAAN
Ada
sebagian orang mengatakan bahwa rambut wanita tidak termasuk aurat dan
boleh dibuka. Apakah hal ini benar dan bagaimana dalilnya?
JAWAB
Telah
menjadi suatu ijma' bagi kaum Muslimin di semua negara dan di setiap
masa pada semua golongan fuqaha, ulama, ahli-ahli hadis dan ahli
tasawuf, bahwa rambut wanita itu
termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di hadapan orang yang bukan muhrimnya.
Adapun sanad dan dalil dari ijma' tersebut ialah ayat Al-Qur'an:
"Katakanlah
kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah mereka menahan pandangannya,
memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung ke dadanya, ..."
(Q.s. An-Nuur: 31).
Maka,
berdasarkan ayat di atas, Allah swt. telah melarang bagi wanita Mukminat
untuk memperlihatkan perhiasannya. Kecuali yang lahir (biasa tampak).
Di antara para ulama,
baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang
mengatakan bahwa rambut wanita itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan
ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan perhiasan yang
tidak tampak.
Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, "Allah
swt. telah melarang kepada kaum wanita, agar dia tidak menampakkan
perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang
tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak."
Ibnu
Mas'ud berkata, "Perhiasan yang lahir (biasa tampak) ialah pakaian."
Ditambahkan oleh Ibnu Jubair, "Wajah" Ditambah pula oleh Sa'id Ibnu
Jubair dan Al-Auzai, "Wajah, kedua tangan dan pakaian."
Ibnu
Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata, "Perhiasan
(keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan dan cincin termasuk
dibolehkan (mubah)."
Ibnu Atiyah berkata, "Yang jelas bagi saya
ialah yang sesuai dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan
untuk tidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah dan
supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada bagian-bagian yang
kiranya berat untuk menutupinya, karena darurat dan sukar, misalnya
wajah dan tangan."
Berkata Al-Qurthubi, "Pandangan Ibnu Atiyah
tersebut baik sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak
di waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya salat, ibadat
haji dan sebagainya."
Hal yang demikian ini sesuai dengan apa
yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma'
binti Abu Bakar r.a. bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma'
sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah saw. memalingkan muka seraya bersabda:
"Wahai
Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita sudah sampai masa haid, maka
tidak layak lagi bagi dirinya menampakkannya, kecuali ini ..." (beliau
mengisyaratkan pada muka dan tangannya).
Dengan demikian, sabda
Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa rambut wanita tidak termasuk
perhiasan yang boleh ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.
Allah
swt. telah memerintahkan bagi kaum wanita Mukmin, dalam ayat di atas,
untuk menutup tempat-tempat yang biasanya terbuka di bagian dada. Arti
Al-Khimar itu ialah
"kain untuk menutup kepala," sebagaimana surban
bagi laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli tafsir. Hal
ini (hadis yang menganjurkan menutup kepala) tidak terdapat pada hadis
manapun.
Al-Qurthubi berkata, "Sebab turunnya ayat tersebut ialah
bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup kepala dengan akhmirah
(kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang,
sehingga dada,
leher dan telinganya tidak tertutup. Maka, Allah swt. memerintahkan
untuk menutup bagian mukanya, yaitu dada dan lainnya."
Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata, "Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah."
Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya untuk menutupi apa yang terbuka.
Ketika
Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak dari saudaranya
yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai kerudung (khamirah) yang
tipis di bagian lehernya, Aisyah r.a. lalu berkata, "Ini amat tipis,
tidak dapat menutupinya."